Dia !




Kupandangi wajah yang terpantul di air. Terlihat seorang perempuan berkulit sawo matang, berambut ombak yang berantakan, dan mempunyai konstruksi muka yang biasa-biasa saja. Tapi dia cukup manis. Matanya merah seperti kelelahan, kantung matanya juga bengkak dan menghitam. Tanda bahwa dia kurang tidur. Raut mukanya pun sangatlah datar dan tanpa ekspresi. Namun jelas terlihat kesedihan di dalam sorot matanya. Aku tak berani menatapnya secara langsung padahal dia tepat berada di sebelah kananku. Entah apa yang sedang dipikirkannya.

Sudah setengah jam dia duduk dan bercermin di air danau ini. Aneh memang. Tapi menurutku, aku yang sedari tadi memandang bayangan wajahnya di air adalah orang yang jauh lebih aneh darinya. Aku bertanya-tanya, apakah dia masih hidup? Aku tak mengerti mengapa aku tak juga beranjak dari tempat ini. Seakan aku terhipnotis oleh perempuan itu. Dia masih seperti tadi. Diam dan tanpa ekspresi. Aku ingin menyapanya dan bertanya, siapakah dia? Sedang apakah dia disini? Dan segudang pertanyaan lainnya. Mungkin tidak sepantasnya aku ingin tahu tentang dirinya. Toh, aku tidak ada urusan dengannya dan dia juga tidak merugikanku. Entah apa yang menarikku untuk terus mengawasinya.

Sejam berlalu.

Dia menangis! Air matanya turun, tapi ekspresi wajahnya sama sekali tidak berubah. Dia sama sekali tidak berusaha menyeka air matanya. Seakan-akan nyawa perempuan ini ada di tempat lain. Aku ingin mengulurkan tanganku untuk menyeka air matanya. Tapi bagaimana aku melakukan itu? sedangkan untuk mengangkat wajahku dan menatap orangnya langsung saja, aku tidak berani. Kasihan dia. Sepertinya, dia punya persoalan yang berat. Apakah dia ada masalah dengan orang tuanya? Ataukah dia baru saja putus dengan pacarnya? Entahlah.

Aku mencoba untuk mengangkat wajahku dan melihatnya langsung. Aku sangat kasihan padanya. Mungkin saja, dia butuh teman untuk berbagi. Sepertinya, dia kesepian. Sial! Leherku sakit sekali! Aku tak bisa menegakkannya. Mungkin keram karena sudah sejam lebih aku menunduk untuk melihat ke dalam air. Padahal, aku ingin sekali menyapa perempuan itu. Sepintas, terbesit perasaan kecewa dalam hatiku. Kuputuskan untuk mempertahankan saja posisi ini. Berlama-lama duduk untuk memandangi perempuan semanis dia, tidak ada salahnya untuk seorang laki-laki.

Tiga jam kemudian.

Kakiku mulai keram karena terlalu lama duduk. Punggungku pun sudah mulai sakit. Tapi perempuan itu, masih tetap pada posisi yang sama dan sama sekali tidak bergerak. Dia sudah berhenti menangis. Pasti air matanya sudah kering karena menangis terlalu lama. Tiba-tiba, aku merasa leherku normal kembali. Tak ada lagi rasa sakit yang menggangguku. Aku memejamkan mataku selama sepuluh detik, lalu aku memberanikan diri untuk mengangkat kepalaku dan menoleh ke kanan. Dia tidak ada! Dia sudah pergi! Mungkin dia sudah capek menangis dan bercermin di danau ini. Kecewa dan rasa sesal menghantui kepalaku. Kenapa tidak daritadi aku menyapanya dan hanya mampu melihat bayangannya di dalam air? Aku tidak berhenti untuk mengutuki diriku sendiri yang sangat lamban.

Akhirnya aku memutuskan untuk pulang. Aku berdiri dan berjalan ke arah tempat parkir. Aku membungkuk ke tanah dan mengambil kunci motorku yang tiba-tiba terjatuh. Aku menoleh sekilas ke air danau. Bayangan wajah perempuan yang manis itu ada dan tersenyum padaku.

Facebook Twitter RSS