ANTARA IDEOLOGI DAN KEBUTUHAN

Aku duduk terdiam sambil merokok di sudut ruangan yang sempit dan remang-remang ini. Tempat ini sangat pengap karena banyaknya manusia, sangat sesak karena asap rokok, dan sangat ribut. Ada beberapa orang yang sibuk beradu pendapat, ada yang sibuk mengutak-ngatik telepon genggamnya, ada yang bercanda dengan temannya, dan adapula yang tidur. Memang sekarang sudah larut malam. Kantuk pun sudah mulai menyerangku. Tapi aku mencoba untuk terus fokus.


Peristiwa kemarin benar-benar mebuatku terpukul. Bayangan orang tuaku yang sedang bekerja keras di sawah terus menghantui pikiranku. Tiga tahun lalu mereka melepaskanku untuk datang menuntut ilmu di kota ini. Air mata bahagia menutupi wajah ibuku saat itu. Aku tahu bagaimana sulitnya beliau mengumpulkan uang untuk membiayai kuliahku disini. Dan aku tahu harapan ibuku yang menginginkan aku kuliah sebaik mungkin supaya pada akhirnya aku bisa kerja di tempat yang terbaik untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluargaku. Saat itu akupun sependapat dengan mereka.


Aku bingung bagaimana menyampaikan pada orangtuaku keadaanku saat ini. Jujur saja, aku tak ingin melihat orangtuaku sedih karena anaknya ini telah di drop out dari kampusnya. Akupun tak ingin pulang ke kampung dengan tangan kosong dan tanpa bekal apapun dari sini. Ilmu yang kudapat disini belum seberapa. Sejenak aku ingin berhenti dari lingkaran yang telah mengikatku ini bila teringat wajah ibuku. Namun sayang, akal sehatku tidak mengizinkannya.


Akupun tak habis pikir, mengapa hanya karena menyuarakan aspirasi kami diberikan sanksi yang sangat tidak masuk akal ? Lari kemana sistem demokrasi yang selama ini diagung-agungkan oleh para penguasa ? Apakah demokrasi hanya sesempit sistem pemilu ? Bukankah esensi dari demokrasi adalah kebebasan tiap individu untuk menyampaikan aspirasinya ? Apalah artinya bila kita cukup makan tapi rasa aman dan kebebasan kita dirampas ? Para penguasa jahanam itu telah menjajah kita secara halus. Dengan menjual-jual nama kesejahteraan mereka telah menekan kebebasan kita. Aku tak ingin terus terperangkap dalam lingkaran setan itu.


Mereka yang ada di ruangan ini adalah mereka yang bersolidaritas untuk kasus yang menimpa aku dan kawan-kawanku. Melihat wajah-wajah mereka yang semangat meski sudah larut malam, aku merasa bersalah karena sempat ragu tadi. Aku bertekad untuk menyelesaikan apa yang sudah kumulai. Aku tak akan membiarkan diriku kalah oleh para penguasa jahanam itu. Mungkin saja dunia yang indah itu akan terwujud. Meski saat ini masih ada di dalam ide.

Facebook Twitter RSS